Artikel sebelumnya: Renungan Dibalik Rangkaian Musibah (Bagian 1)
Renungan kedua: Hanya Allah semata yang mengatur Alam semeta ini
Kita sebagai seorang muslim wajib mempercayai bahwa semua yang terjadi di di muka bumi ini adalah atas kehendak dan takdir Allah. Bila Allah berkehendak atas sesuatu maka tidak seorangpun yang dapat menolaknya. Sebaliknya bila Allah tidak berkehendak atas sesuatu maka tidak seorangpun yang dapat menjadikannya. Termasuk segala musibah dan bencana yang terjadi adalah atas izin dan kehendak Allah semata. Segala apa yang terjadi telah ditetapkan Allah dalam kitab Luhmahfuz. Sebagaimana Allah berfirman:
مَا أَصَابَ مِنْ مُصِيبَةٍ فِي الْأَرْضِ وَلَا فِي أَنْفُسِكُمْ إِلَّا فِي كِتَابٍ مِنْ قَبْلِ أَنْ نَبْرَأَهَا [الحديد/22]
”Tiada suatu bencanapun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauhul Mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya”.
Berkata Ibnu Katsiir: Maksudnya adalah sebelum Allah menciptakan makhluk dan menjadikan ruh manusia. (lihat tafsir Ibnu Katsir: 2/47)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga menjelaskan bahwa ketentuan segala makhluk telah ditulis sejak lima puluh ribu tahun sebelum penciptaan langit dan bumi, sebagaimana dalam sabdanya:
«كَتَبَ اللَّهُ مَقَادِيرَ الْخَلاَئِقِ قَبْلَ أَنْ يَخْلُقَ السَّمَوَاتِ وَالأَرْضَ بِخَمْسِينَ أَلْفَ سَنَةٍ)) رواه مسلم
“Allah telah menulis ketentuan seluruh makhluk sebelum diciptakannya langit dan bumi lima puluh ribu tahun”.
Berbeda dengan sangkaan orang-orang yang tidak beriman kepada kehendak dan kekuasan Allah. Mereka berprasangka bahwa segala apa yang terjadi hanya sebatas gejala alam dan cuaca yang eksrim. Tidakkah mereka mengetahui bahwa tidak satupun yang terjadi dimuka bumi kecuali atas kehendak dan izin Allah.
Sebagaimana Allah sebutkan dalam firman-Nya:
مَا أَصَابَ مِنْ مُصِيبَةٍ إِلَّا بِإِذْنِ اللَّهِ [التغابن/11]
”Tidak ada suatu musibah pun yang menimpa seseorang kecuali dengan ijin Allah”.
Berkata Ibnu ’Abbas: yaitu dengan perintah Allah. Ibnu Katsiir menjelaskan maksudnya dari takdir dan kehendak-Nya(lihat tafsir Ibnu Katsir: 2/47 ).
Maka ditangan Allah-lah segala ketentuan nasib seleuruh makhluk, sebagaimana Allah nyatakan dalam firman-Nya:
إِنَّمَا أَمْرُهُ إِذَا أَرَادَ شَيْئًا أَنْ يَقُولَ لَهُ كُنْ فَيَكُونُ (82) فَسُبْحَانَ الَّذِي بِيَدِهِ مَلَكُوتُ كُلِّ شَيْءٍ وَإِلَيْهِ تُرْجَعُونَ [يس/82-83]
“Sesungguhnya apabila Dia menghendaki sesuatu hanya cukup berkata kepadanya: “Jadilah!” maka terjadilah ia. Maka Maha Suci (Allah) yang di tangan-Nya kekuasaaan segala sesuatu dan kepada-Nyalah kamu dikembalikan”.
Demikian pula kunci segala hal yang ghaib, tidak ada yang mengetahuinya kecuali Allah semata. Maka tidak ada yang mengetahui kapan terjadinya sebuah bencana kecuali Allah.
وَعِنْدَهُ مَفَاتِحُ الْغَيْبِ لَا يَعْلَمُهَا إِلَّا هُوَ [الأنعام/59]
“Dan pada sisi Allah-lah kunci-kunci semua yang ghaib; tidak ada yang mengetahuinya kecuali Dia sendiri”.
Bila masih ada diantara kita mepercayai dianatara makhluk ada yang mengatahui hal yang ghaib, maka ini adalah salah satu betuk kesyirikan kepada Allah.
Allah berfirman:
قُلْ لَا يَعْلَمُ مَنْ فِي السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ الْغَيْبَ إِلَّا اللَّهُ [النمل/65]
“Katakanlah: “Tidak ada seorangpun di langit dan di bumi yang mengetahui perkara yang ghaib, kecuali Allah”.
Renungan ketiga: Mengingatkan kita akan kehancuran dunia ini beserta segala isinya. Sesungguhnya bencana-bencana tersebut
mengingatkan kita akan kehancuran dunia ini beserta segala isinya. Bahwa kekayaan yang sejati adalah iman dan amal sholeh. Peristiwa-peristiwa yang terjadi tersebut adalah gambaran kecil tentang peristiwa kejadian hari kiamat.
Peristiwa gempa yang menhacurkan dan memporak porandakan segala apa yang ada di muka bumi ini mengingatkan kita pada peristiwa kehancuran alam ini.
Seringnya terjadi gempa adalah pertanda semakin dekatnya hari kiamat, sebagaimana disebutkan dalam sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam:
((لا تقوم الساعة حتى يقبض العلم وتكثر الزلازل)) رواه البخاري
“Hari kiamat tidak akan terjadi sampai diangkatnya ilmu dan banyaknya terjadi gempa”.
Ketika kiamat terjadi bumi akan bergoncang dengan gocangan yang luar biasa dahsyatnya, tidak mungkin diukur dengan scala righter lagi, sebagaimana Allah sebutkan dalam firman-Nya:
إِذَا زُلْزِلَتِ الْأَرْضُ زِلْزَالَهَا (1) وَأَخْرَجَتِ الْأَرْضُ أَثْقَالَهَا (2) وَقَالَ الْإِنْسَانُ مَا لَهَا (3) يَوْمَئِذٍ تُحَدِّثُ أَخْبَارَهَا (4) بِأَنَّ رَبَّكَ أَوْحَى لَهَا (5) [الزلزلة]
”Apabila bumi digoncangkan dengan goncangan (yang dahsyat), dan bumi telah mengeluarkan beban-beban berat (yang dikandung)nya, dan manusia bertanya: “Mengapa bumi (menjadi begini)?”, pada hari itu bumi menceritakan beritanya, karena sesungguhnya Tuhanmu telah memerintahkan (yang sedemikian itu) kepadanya”.
Kedahsyatan goncangan bumi pada saat kiamat tiba menjadikan bayi-bayi yang sedang dalam susuan terpelanting dari pelukan ibunya. dan ibu-ibu yang sedang hamil keguguran. Manusia bejalan dengan sempoyongan bagaiakan orang mabuk. Padahal mereka tidak mabuk akan tetapi disebabkan azab yang amat keras. Sebagaimana Allah berfirman:
يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمْ إِنَّ زَلْزَلَةَ السَّاعَةِ شَيْءٌ عَظِيمٌ (1) يَوْمَ تَرَوْنَهَا تَذْهَلُ كُلُّ مُرْضِعَةٍ عَمَّا أَرْضَعَتْ وَتَضَعُ كُلُّ ذَاتِ حَمْلٍ حَمْلَهَا وَتَرَى النَّاسَ سُكَارَى وَمَا هُمْ بِسُكَارَى وَلَكِنَّ عَذَابَ اللَّهِ شَدِيدٌ [الحج/1، 2]
“Wahai manusia, bertakwalah kepada Tuhanmu; sesungguhnya kegoncangan hari kiamat itu adalah suatu kejadian yang sangat dahsyat. Pada hari itu kamu melihat setiap wanita yang menyusui anaknya lalai dari anak yang disusuinya dan gugurlah kandungan segala wanita yang hamil, dan kamu lihat manusia dalam keadaan mabuk, padahal sebenarnya mereka tidak mabuk, akan tetapi azab Allah sangat kerasnya”.
Demikian pula letusan gunung api yang mengeluarkan berbagai jenis bahan kimia yang menimbun dan menghanguskan segala apa yang ada disekitarnya.
Allah berulangkali mengabarkan kepada kita dalam Al Qur’an tentang bagaimana kehancuran gunung saat hari kiamat terjadi. Pada saat terjadinya kiamat, gunung-gunung akan berjalan dan saling bertabrakan antara satu dengan lainnya sehingga gunung-gunung itu hancur menjadi pasir lalu ia bagaikan bulu yang dihamburkan atau debu yang berterbangan. Sebagaimana Allah sebutkan dalam firman-Nya:
الْقَارِعَةُ (1) مَا الْقَارِعَةُ (2) وَمَا أَدْرَاكَ مَا الْقَارِعَةُ (3) يَوْمَ يَكُونُ النَّاسُ كَالْفَرَاشِ الْمَبْثُوثِ (4) وَتَكُونُ الْجِبَالُ كَالْعِهْنِ الْمَنْفُوشِ (5) [القارعة]
”Hari Kiamat, apakah hari Kiamat itu? Tahukah kamu apakah hari Kiamat itu? Pada hari itu manusia adalah seperti anai-anai yang bertebaran, dan gunung-gunung adalah seperti bulu yang dihambur-hamburkan”.
Gunung-gunung yang perkasa dan menjulang tinggi akan menjadi tumpukan-tumpukan pasir yang berterbangan. Sebagaimana Allah nyatakan dalam firman-Nya:
يَوْمَ تَرْجُفُ الْأَرْضُ وَالْجِبَالُ وَكَانَتِ الْجِبَالُ كَثِيبًا مَهِيلًا [المزمل/14]
“Pada hari bumi dan gunung-gunung bergoncangan, da gunung-gunung itu menjadi tumpukan-tumpukan pasir yang berterbangan”.
Gunung yang kita lihat sangat besar dan tegar akan berterbangan sepeti awan, sebagaimana Allah sebutkan dalam firman-Nya:
وَتَرَى الْجِبَالَ تَحْسَبُهَا جَامِدَةً وَهِيَ تَمُرُّ مَرَّ السَّحَابِ صُنْعَ اللَّهِ الَّذِي أَتْقَنَ كُلَّ شَيْءٍ إِنَّهُ خَبِيرٌ بِمَا تَفْعَلُونَ [النمل/87، 88]
“Dan kamu lihat gunung-gunung itu, kamu sangka dia tetap di tempatnya, padahal ia berjalan sebagai jalannya awan. (Begitulah) perbuatan Allah yang membuat dengan kokoh tiap-tiap sesuatu; sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan”.
Gunung-gunung yang tersusun dari batu-batu besar yang keras akan hancur seperti debu halus yang berterbangan. Sebagaimana dalam firman Allah:
وَبُسَّتِ الْجِبَالُ بَسًّا (5) فَكَانَتْ هَبَاءً مُنْبَثًّا [الواقعة/1-6]
“Dan gunung-gunung dihancur luluhkan seluluh-luluhnya, maka jadilah ia debu yang beterbangan”.
Dan firman Allah:
Bekas gunung-gunung tersebut akan menjadi rata, sehingga tidak ada lagi bukit dan jurang dan bumi akan terlihat datar.
Sebagaimana Allah sebutkan dalam firman-nya:
وَيَسْأَلُونَكَ عَنِ الْجِبَالِ فَقُلْ يَنْسِفُهَا رَبِّي نَسْفًا (105) فَيَذَرُهَا قَاعًا صَفْصَفًا (106) لَا تَرَى فِيهَا عِوَجًا وَلَا أَمْتًا (107)[طه/105-107]
“Dan mereka bertanya kepadamu tentang gunung-gunung, maka katakanlah: “Tuhanku akan menghancurkannya (di hari kiamat) sehancur-hancurnya. maka Dia akan menjadikan (bekas) gunung-gunung itu datar sama sekali, tidak ada sedikitpun kamu lihat padanya tempat yang rendah dan yang tinggi”.
Kesudahan gunung-gunung tersebut akan menjadi fatamorgana, sebagaimana Allah sebutkan dalam firman-Nya:
وَفُتِحَتِ السَّمَاءُ فَكَانَتْ أَبْوَابًا (19) وَسُيِّرَتِ الْجِبَالُ فَكَانَتْ سَرَابًا [النبأ/19، 20]
“Dan dibukalah langit, maka terdapatlah beberapa pintu, dan dijalankanlah gunung-gunung maka ia menjadi fatamorgana”.
Begitu pula kejadian sunami mengingatkan kita akan peristiwa ketika terjadinya kiamat, dimana seluruh air laut meluap kedaratan. Sebagaimana Allah sebutkan dalam firman-Nya:
إِذَا الشَّمْسُ كُوِّرَتْ (1) وَإِذَا النُّجُومُ انْكَدَرَتْ (2) وَإِذَا الْجِبَالُ سُيِّرَتْ (3) وَإِذَا الْعِشَارُ عُطِّلَتْ (4) وَإِذَا الْوُحُوشُ حُشِرَتْ (5) وَإِذَا الْبِحَارُ سُجِّرَتْ (6) [التكوير]
“Apabila matahari digulung, dan apabila bintang-bintang berjatuhan, dan apabila gunung-gunung dihancurkan, dan apabila unta-unta yang bunting ditinggalkan (tidak diperdulikan), dan apabila binatang-binatang liar dikumpulkan, dan apabila lautan dijadikan meluap”.
Dalam ayat lain:
إِذَا السَّمَاءُ انْفَطَرَتْ (1) وَإِذَا الْكَوَاكِبُ انْتَثَرَتْ (2) وَإِذَا الْبِحَارُ فُجِّرَتْ [الإنفطار/1-3]
“Apabila langit terbelah, dan apabila bintang-bintang jatuh berserakan, dan apabila lautan menjadikan meluap”.
Dalam ayat di atas Allah sebutkan: apabila lautan dijadikan meluap. Peristiwa sunami adalah gambaran kecil tentang apa yang akan terjadi ketika lautan meluap saat terjadinya hari kiamat. Kita melihat bagaimana kehancuran yang terdi ketika sunami terjadi, akan tetapi itu baru sebagian laut yang menguap. Bagaimana jika seandainya seluruh laut mengluap kedaratan? Kira-kira apa yang akan terjadi? Tentu air laut tersebut akan menyapu habis segala yang ada di daratan, sehingga daratan menjadi bersih dari segala tanda-tanda kehidupan. Manusia akan tenggelam ditelan lautan bersama harta dan segala kekayaannya.
Renungan keempat: Wajibnya kita bersabar yang diiringi dengan introspeksi diri (taubat)
Dianatara tujuan Allah memberikan cobaan dan ujian kepada kita adalah agar terbukti siapa yang benar-benar beriman dan siapa yang pura-pura beriman. Sebagaimana firman Allah:
أَحَسِبَ النَّاسُ أَنْ يُتْرَكُوا أَنْ يَقُولُوا آَمَنَّا وَهُمْ لَا يُفْتَنُونَ (2) وَلَقَدْ فَتَنَّا الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ فَلَيَعْلَمَنَّ اللَّهُ الَّذِينَ صَدَقُوا وَلَيَعْلَمَنَّ الْكَاذِبِينَ (3) [العنكبوت]
“Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: “Kami telah beriman”, sedang mereka tidak diuji lagi? Dan sesungguhnya kami telah menguji orang-orang yang sebelum mereka, agar Allah membuktikan siapa yang benar-benar (beriman) dan Dia membuktikan (pula) orang-orang yang dusta (dalam imannya)”.
Allah memberikan cobaan agar kita tidak lupa diri ketika diberi nikmat dan tidak putus asa ketika diuji dengan musibah dan cobaan.
Sebagaiamana Allah berfirman:
مَا أَصَابَ مِنْ مُصِيبَةٍ فِي الْأَرْضِ وَلَا فِي أَنْفُسِكُمْ إِلَّا فِي كِتَابٍ مِنْ قَبْلِ أَنْ نَبْرَأَهَا إِنَّ ذَلِكَ عَلَى اللَّهِ يَسِيرٌ (22) لِكَيْلَا تَأْسَوْا عَلَى مَا فَاتَكُمْ وَلَا تَفْرَحُوا بِمَا آَتَاكُمْ وَاللَّهُ لَا يُحِبُّ كُلَّ مُخْتَالٍ فَخُورٍ [الحديد/22، 23]
”Tiada suatu bencanapun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauhul Mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah. supaya kamu jangan berduka cita terhadap apa yang luput dari kamu, dan supaya kamu jangan terlalu gembira terhadap apa yang diberikan-Nya kepadamu. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang sombong lagi membanggakan diri”.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
عَنْ صُهَيْبٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ «عَجَبًا لأَمْرِ الْمُؤْمِنِ إِنَّ أَمْرَهُ كُلَّهُ خَيْرٌ وَلَيْسَ ذَاكَ لأَحَدٍ إِلاَّ لِلْمُؤْمِنِ إِنْ أَصَابَتْهُ سَرَّاءُ شَكَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ وَإِنْ أَصَابَتْهُ ضَرَّاءُ صَبَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ». رواه مسلم
“Dari Shuhaib radhiallahu ‘anhu ia berkata: “telah bersabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam: “Sangat mengagumkan bagi urusan seorang mukmin, segala urusannya membawa kebaikan. Hal itu tidak diperoleh seorangpun kecuali bagi mukmin. Jika ia diberi kebahagian ia bersyukur maka hal itu baik baginya. Jika ia ditimpa kesusahan ia bersabar maka hal itu juga baik baginya”.
Manusia saat ditimpa musibah atau cobaan terbagi kepada tiga bentuk dalam menghadapi dan menyikapi musibah atau cobaan tersebut:
Bentuk pertama: ada orang dengan datangnya sebuah musibah atau bencana membuatnya kembali kepada Allah, ia sabar dalam menerimanya dan ia bangun dari kealpaannya selama ini, maka hal itu baik baginya sehingga membuatnya bertaubat dan menyesali segala perbuatan dosa-dosanya yang berlalu. Inilah orang yang beruntung sa’at ditimpa musibah. Orang ini digambarkan Allah dalam firman-Nya:
{وَلَنَبْلُوَنَّكُمْ بِشَيْءٍ مِّنَ الْخَوفْ وَالْجُوعِ وَنَقْصٍ مِّنَ الأَمَوَالِ وَالأنفُسِ وَالثَّمَرَاتِ وَبَشِّرِ الصَّابِرِينَ {155} الَّذِينَ إِذَا أَصَابَتْهُم مُّصِيبَةٌ قَالُواْ إِنَّا لِلّهِ وَإِنَّـا إِلَيْهِ رَاجِعونَ {156} أُولَـئِكَ عَلَيْهِمْ صَلَوَاتٌ مِّن رَّبِّهِمْ وَرَحْمَةٌ وَأُولَـئِكَ هُمُ الْمُهْتَدُونَ{157}
“Dan Sesungguhnya Kami akan mengujimu dengan sedikit dari rasa takut, kelaparan, kekurangan harta dan (kehilangan) jiwa serta (kurangnya) buah-buahan, dan berikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang sabar (dalam menerimanya). Yaitu orang-orang yang apabila ditimpa musibah, Mereka mengucapkan: Sesungguhnya kami milik Allah dan kepada-Nya-lah kami kembali. Mereka itulah yang mendapat keberkatan dan rahmat dari Tuhan Mereka, dan mereka itulah orang-orang mendapat petunjuk”. (Q.S. Al Baqarah: 155-157).
Orang yang sabar ketika mendapat musibah, disamping ia mendapat rahmat dan karunia serta petunjuk. Allah menambah keyakinan ke dalam hati orang tersebut. Sebagaimana firman Allah:
مَا أَصَابَ مِنْ مُصِيبَةٍ إِلَّا بِإِذْنِ اللَّهِ وَمَنْ يُؤْمِنْ بِاللَّهِ يَهْدِ قَلْبَهُ وَاللَّهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ [التغابن/11]
”Tidak ada suatu musibah pun yang menimpa seseorang kecuali dengan ijin Allah; dan barangsiapa yang beriman kepada Allah niscaya Dia akan memberi petunjuk kepada hatinya. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu”.
Berkata Ibnu Katsiir: ”Maksudnya adalah barang siapa yang ditimpa musibah lalu ia mengetahui bahwasanya musibah tersebut adalah dengan ketentuan dan takdir Allah. Maka ia sabar dan berharap pahala serta menerima ketetuan Allah tersebut. Allah akan memberi petunjuk kedalam hatinya dan mengganti apa yang telah hilang darinya dengan petunjuk pada hatinya dan keyakinan yang dalam. Dan boleh jadi Allah mengganti apa yang telah diambil Allah darinya, atau bahakan lebih baik dari apa yang hilang tersebut.
Maka tidak jarang sensara membawa nikmat bagi sebahagian orang. Sebelum ditimpa musibah hidupnya serba susah, setelah datang musibah justru hidupnya lebih baik karena mendapat perhatian dari berbagai pihak yang prihatin dengan kodisinya.
Sebagaimana Allah sebutkan dalam firman-Nya:
فَإِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْرًا (5) إِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْرًا [الشرح/5، 6]
”Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan, sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan”.
Hal yang sama diungkapkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam sabdanya:
” النصر مع الصبر والفرج مع الكرب وإن مع العسر يسرا وإن مع العسر يسرا”
”Kemenangan itu bersama kesabaran, kelapangan itu bersama kesulitan, dan sesungguhnya bersama kesulitan itu ada kemudahan dan sesungguhnya bersama kesulitan itu ada kemudahan”.
قال ابن عباس: { وَمَنْ يُؤْمِنْ بِاللَّهِ يَهْدِ قَلْبَهُ } يعني: يهد قلبه لليقين، فيعلم أن ما أصابه لم يكن ليخطئه، وما أخطأه لم يكن ليصيبه
Berkata Ibnu ’Abbas: Maksud dari firman Allah ”dan barangsiapa yang beriman kepada Allah niscaya Dia akan memberi petunjuk kepada hatinya”. Yaitu Membimbing hatinya kepada keyakinan, sehingga ia mengetahui apa yang telah ditakdirkan Allah menimpanya, tidak akan pernah melenceng darinya. Dan apa yang tidak ditakdirkan Allah menimpanya, tidak akan pernah menimpanya.
Bentuk kedua: ada orang dengan datangnya bencana atau musibah, seketika itu dia tertunduk dan bertaubat kepada Allah, dia berdo’a kepada Allah pada setiap sa’at. Tapi setelah musibah dan bencana itu berlalu ia kembali kepada kedurhakaan kepada Allah, ia kembali melakukan segala bentuk kemaksiatan dan kemungkaran yang biasa dilakukannya sebelum datangnya bencana tersebut. Orang seperti ini digambarkan Allah dalam firmannya:
{وَإِذَا مَسَّ الإِنسَانَ الضُّرُّ دَعَانَا لِجَنبِهِ أَوْ قَاعِداً أَوْ قَآئِماً فَلَمَّا كَشَفْنَا عَنْهُ ضُرَّهُ مَرَّ كَأَن لَّمْ يَدْعُنَا إِلَى ضُرٍّ مَّسَّهُ كَذَلِكَ زُيِّنَ لِلْمُسْرِفِينَ مَا كَانُواْ يَعْمَلُونَ{12}
“Dan apabila manusia ditimpa bahaya dia berdo’a kepada Kami dalam keadaan berbaring, duduk atau berdiri, tetapi setelah kami hilangkan bahaya itu dari padanya, dia (kembali) melalui (jalan yang sesat), seolah-olah dia tidak pernah berdo’a kepada Kami untuk (menghilangkan) bahaya yang telah menimpanya. Begitulah orang-orang yang melampui batas memandang baik apa yang Mereka lakukan”. (Q.S. Yunus: 12)
Bentuk ketiga: ada orang yang ketika ditimpa bencana atau musibah justru semakin bertambah durhaka kepada Allah, dia semakin berjadi-jadi melakukan maksiat dan kemungkaran tersebut. Bahkan dia memfaatkan situasi tersebut untuk melakukan segala bentuk perbuatan keji dan hina. Apakah itu mencuri, merapok, berzina dan segala macam bentuk maksiat serta manipulasi bantuan yang disalurkan untuk membantu orang-orang yang sedang menderita akibat bencana tersebut. Orang seperti ini digambarkan Allah dalam firmannya:
{وَلَقَدْ أَخَذْنَاهُم بِالْعَذَابِ فَمَا اسْتَكَانُوا لِرَبِّهِمْ وَمَا يَتَضَرَّعُونَ{76}
“Dan sesungguhnya Kami telah menimpakan azab kepada Mereka, maka Mereka tetap tidak mau tunduk kepada Tuhan mereka dan juga mereka tidak mau merendahkan diri”. (Q.S. Al Mu’minuun: 76)
Dalam Ayat lain Allah ungkapkan:
أَوَلَا يَرَوْنَ أَنَّهُمْ يُفْتَنُونَ فِي كُلِّ عَامٍ مَرَّةً أَوْ مَرَّتَيْنِ ثُمَّ لَا يَتُوبُونَ وَلَا هُمْ يَذَّكَّرُونَ [التوبة/126]
“Apakah Mereka tidak memperhatikan, bahwa Mereka itu diuji sekali atau dua kali setiap tahun, kemudian Mereka tidak (juga) mau bertaubat dan tidak (pula) mereka mengambil pelajaran.” (Q.S. At Taubah; 126)
Maka melalui apa yang kita paparkan diatas bahwa jalan keluar dari bencana dan musibah ini adalah dengan melakukan introspeksi diri. Sebagaiman telah kita sebutkan di atas bahwa diantara sebab datangnya bencana dan musibah adalah dosa kemaksiatan dan kezaliman yang telah merajalela di tengah masyarakat. Oleh karena itu marilah kita bertaubat kepada Allah dari mengerjakan segala bentuk dosa dan memohan ampunan dari Allah dari dosa-dosa tersebut. kemudian diiringi dengan mengerjakan segala perbuatan amal shaleh kepada Allah.
Allah berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا تُوبُوا إِلَى اللَّهِ تَوْبَةً نَصُوحًا عَسَى رَبُّكُمْ أَنْ يُكَفِّرَ عَنْكُمْ سَيِّئَاتِكُمْ وَيُدْخِلَكُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ [التحريم/8]
“Hai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada Allah dengan taubatan nasuhaa (taubat yang semurni-murninya). Mudah-mudahan Rabbmu akan menutupi kesalahan-kesalahanmu dan memasukkanmu ke dalam jannah yang mengalir di bawahnya sungai-sungai”.
Dalam ayat yang lain Allah berfirman:
فَمَنْ تَابَ مِنْ بَعْدِ ظُلْمِهِ وَأَصْلَحَ فَإِنَّ اللَّهَ يَتُوبُ عَلَيْهِ إِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ [المائدة/39]
“Maka barangsiapa bertaubat sesudah melakukan kezaliman (dosa) dan memperbaiki diri, maka sesungguhnya Allah menerima taubatnya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”.
Ketika kaum muslimin ditimpa musim pancaklik dimasa khalifah Umar bin Khatab radhiallahu ‘anhu, ia memanjatkan do’a kepada Allah: “Ya Allah sesungguhnnya suatu musibah tidak akan turun kecuali dengan sebab dosa, dan tidak akan diangkat kecuali dengan bertaubat”.
Marilah setiap kita melihat pada diri masing-masing dimana letak diri kita dalam melaksanakan perintah dan larangan Allah, bila hasilnya selalu terbalik, setiap perintah kita lalaikan dan setiap larangan kita lakukan maka hendaklah kita berputar haluan dari hal yang berlawanan tersebut kepada jalan yang lurus.
Renungan kelima: Menghidupakan kembali ruh kebersamaan dikalangan kaum muslimin
Saudara-saudara kita yang sedang ditimpa bencana sedang diuji kesabarannya oleh Allah. Demikian pula kita yang selamat dari bencana, kita diuji pula oleh Allah tentang keimanan kita. Apakah kita memilki rasa persaudaraan Islam yang kokoh? apakah kita memiliki sifat suka membantu? suka berinfaq, suka berkorban untuk meringan beban saura-saudara kita yang sedang timpa kesusahan.
Ataukah kita termasuk orang yang tidak perduli dengan orang lain, tama’t dan lobo, serta takut miskin jika membantu orang lain.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
« مَثَلُ الْمُؤْمِنِينَ فِي تَوَادِّهِمْ وَتَرَاحُمِهِمْ وَتَعَاطُفِهِمْ مَثَلُ الْجَسَدِ إِذَا اشْتَكَى مِنْهُ عُضْوٌ تَدَاعَى لَهُ سَائِرُ الْجَسَدِ بِالسَّهَرِ وَالْحُمَّى ». متفق عليه
”Perumpamaan orang-orang beriman dalam kesetiakawanan, berkasih-sayang dan kelembutan adalah bagaikan tubuh, apabila salah satu dari anggotan badannya sakit maka seluruh tubuhnya akan mersakan tidak bisa tidur dan sakit”.
Perumpamaan ini sungguh memiliki makna yang amat dalam. seandainya kaki kita tersandung batu, maka anggota badan kita yang lain ikut merasakan sakit. Demikian pula orang-orang yang beriman dalam kesetiakawanannya.
Dalam sabda yang lain beliau ungkapkan:
((من نفس عن مؤمن كربة من كرب الدنيا نفس الله عنه كربة من كرب الآخرة ومن ستر على مسلم ستره الله في الدنيا والآخرة والله في عون العبد ما كان العبد في عون أخيه)) رواه الترمذي
”Barangsiapa yang melapangkan kesulitan seorang mukmin dari kesulitan-kesulitan dunia, Allah akan melapangkan kesulitannya dari kesulitan-kesulitan akhirat. Barang siapa yang menutup aib seorang muslim, Allah akan menutup aibnya di dunia dan di akhirat. Allah akan selalu menolong seorang hamba, selama ia senantiasa meolong saudaranya”.
Dalam hadits di atas betapa agungnya pahala yang akan diperoleh oleh seorang muslim yang senang membantu saudaranya yang sedang dalam kesulitan. Dimana ia akan diringankan dari kesulitan di hari akhirat kelak. Sesungguhnya kesulitan yang akan kita hadapi di akhirat kelak tidak mungkin dibandingan dengan kesulitan yang terjadi di dunia ini. Orang yang suka menolong terhadap sesama, sesungguhnya Allah akan senantiasa menolongnya dalam segala urusannya.
Demikian bahasan kita kali ini semoga bermamfaat bagi penulis dan pembacanya.
Artikel www.Dzikra.com